Fiction
Gado-gado : Bisa Bantu Nggak?

13 Jan 2019

ilustrasi: tania.
 
Siapa yang datang pertama kali saat kita di-PHK? Teman yang menawarkan pekerjaan dan menginfokan lowongan? Bukan!

Tak kasihan karena kita sedang tak punya pekerjaan, justru mereka yang menganggap kita sumber fresh money yang banyak datang untuk meminjam uang ….

Dua sahabat segera mengontak begitu mendengar perusahaan saya melakukan PHK dan program pensiun dini dua tahun lalu. Mereka ingin memastikan saya baik-baik saja dan berbagi pengalaman: bagaimana cara terbaik menghadapi para calon pengutang, mengelola jamsostek – kini BPJS Ketenagakerjaan – tabungan pensiun dan pesangon yang sekilas tampak besar.

Yang tak kalah penting: bagaimana menyesuaikan gaya hidup dari berpenghasilan tetap bulanan ke penghasilan tak pasti sebagai freelancer. Dengan sejumlah pertimbangan, saya memang tak berniat melamar kerja kantoran kembali usai mengambil program pensiun dini.

“Jadi freelancer itu kadang lebih besar penghasilannya dari pada pegawai. Tapi nggak jarang juga free … kosong!” kata Widi sambil tertawa, “Ini mobil hasil proyek. Tapi sudah lima bulan ini aku belum dapat proyek lagi. Bukan tak mungkin ku jual untuk biaya hidup sampai dapat proyek lagi,” sambungnya lagi.

Tak seperti banyak teman lain yang segera mengumumkan bahwa mereka kena PHK lewat status di medsos, saya baru mengganti status profesi di medsos beberapa bulan kemudian.

Tanpa membuat status PHK pun, sejumlah teman – baik yang sudah lama tak kontak, maupun sesama pengambil pensiun dini, menghubungi dengan tujuan serupa: meminjam uang, bahkan meminta bantuan – artinya jangan harap mereka akan mengembalikan.

“Memberi utang berarti siap kehilangan teman.” Saya ingat betul pepatah cina ini.

Berdasarkan pengalaman: kalau ada teman meminjam, berikan saja semampu dan serelanya, rela yang beri tanpa mengharap kembali.

Saya menghitung zakat dari total dana pensiun dini yang saya terima. Tiap kali ada yang perlu – teman sakit, pasangan meninggal dengan beban utang karena sakit, kegiatan sosial dll. – diminta atau tak diminta, saya menyumbang sewajarnya. Tapi yang merepotkan adalah permintaan teman lama yang kita tahu gaya hidupnya selalu besar pasak daripada tiang.

“Pinjam dong, buat tambahan modal,” kata X, padahal dia juga sama mengambil pensiun dini dan sudah pasti jumlahnya jauh lebih besar dari pada saya karena masa kerja lebih lama dan ia sudah menikah.

Saya juga berikan sekadarnya, tanpa mengharapkan kembali mengingat perilakunya yang gemar berutang, dan sangat sulit menagihnya.

“Bisa pinjam lagi? Aku masih punya sisa kredit mobilRp 35 juta. Kamu punya kartu kreditkan? Nanti kamu yang pinjam, aku yang pakai!” kata Y, teman satus ekolah dulu. Saya saja belum punya mobil! Dia mau pakai kartu kredit saya untuk mendapatkan KTA (kredit tanpa agunan) yang sering ditawarkan lewat sms dan telepon itu. Kalau dia tak mau bayar, saya kena beban berlipat: punya utang bunga-berbunga tanpa menikmatinya.
Ada-ada saja.

Z secara berkala menghubungi dengan ragam alasan: Belum dapat kerja lagi, anaknya sakit gigi, mau boyongan (pindah) ke mertua jelang tahun baru, minta dilibatkan kalau saya ada proyek, mengajak kerja sama pengembangan ide untuk proyek – semuanya di akhiri dengan mau pinjam uang dulu! Kali lain, dia mengabarkan, bersyukur sudah diterima kerja lagi, “Pinjam dong, buat ongkos.”

Teman lain yang baru kena PHK, dan terpaksa menjual rumah di Jakarta untuk pindah ke Jawa Timur mengikuti suami dan merintis usaha baru, “curhat” ke saya, “Kok dia bisa tahu saya baru jual rumah, padahal saya nggak pernah bilang kesiapa-siapa.

Apakah dia tahu, bahwa begitu pindah ke kota asal suami, kami harus menumpang dulu di gudang milik ipar yang disulap jadi kamar tidur?!” 
 
***
 
Christantiowati, Jakarta

Kirimkan Gado-Gado Anda maksimal tulisan sepanjang tiga halaman folio,
ketik 2 spasi. Nama tokoh dan tempat kejadian boleh fiktif. 
Kirim melalui e-mail: kontak@femina.co.id atau pos, tuliskan di kiri atas amplop: Gado-Gado

 


Topic

#fiksi, #gadogado

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?