Family
Fenomena Cucu Diasuh Nenek, Alasan Pragmatis Warga Perkotaan

26 Jul 2016


Foto: Fotosearch

Nempel terus pada orang tua, baik tinggal serumah ataupun tidak, memang lebih menyenangkan. Selain memang menemani orang tua yang sudah sepuh, apa saja, ya, alasannya?           

Awalnya, Amila Tamadita (25) memilih tinggal sendiri setelah menikah 3 tahun lalu. Namun, setengah tahun terakhir, bersama adik perempuan suami, mertua Amilla   pindah ke rumah Amilla dan suami.  “Saya enggak keberatan. Senang malah. Selain punya teman ngobrol, putri kami, Kalila (2), jadi ada yang menjaga kalau saya bekerja,” cerita Amilla, senang.

Lain lagi dengan  Lina. Meski pisah rumah, ia  sering sekali ke rumah orang tuanya hanya untuk makan masakan ibunya, apalagi ia belum bisa memasak. “Untung rumah saya dan orang tua hanya berjarak 15 menit. Pernah saat saya sakit, saya justru meminta beliau yang mengurusi saya ketimbang suami,” ungkap Lina, tersipu.

Setelah menikah 3 bulan, Lina hamil. Ketika usia kandungannya 8 bulan, ia dan suami kembali pindah ke rumah orang tua Lina. Ia takut kalau tiba-tiba harus melahirkan dan hanya sendirian di rumah. Sebab, suaminya selalu pulang malam. “Saya kesepian dan merasa tidak aman sendirian di rumah. Saya benar-benar butuh kehadiran ibu saya, terutama saat  hamil tua,” imbuhnya.

Alasan-alasan tersebut bisa dimaknai sebagai rasional, mengingat infrastruktur kota, tuntutan kerja, dan pola hidup manusia kota, mengondisikan pasangan muda lebih suka memilih tinggal dengan orang tua mereka.

“Pasangan muda juga akan merasa tenang dan nyaman, khususnya wanita, dengan memilih tinggal di rumah orang tua setelah menikah. Tenang dan nyaman bisa dalam arti ekonomis maupun non-ekonomis,” tutur Ida Ruwaida Noor, Ketua Pusat Kajian Sosiologi FISIP UI, menjelaskan.

Berdasarkan pengamatan Ida, ada sejumlah pasangan yang justru menitipkan anaknya kepada orang tua selama hari-hari kerja, dan baru bersama anaknya di rumah sendiri  tiap akhir pekan. Apalagi para pasangan muda generasi millennial tersebut merupakan generasi produk keluarga berencana (KB), yang hanya punya saudara kandung satu atau dua orang, bahkan ada yang anak tunggal.

“Sebenarnya ini bukan hanya keinginan anak untuk tetap bergantung pada orang tuanya. Namanya orang tua, pasti tidak tegaan dan khawatir kalau anak kesayangannya kini tinggal di tempat berbeda. Selama bisa dibantu, akan dibantu, bahkan ikut mengurusi,” tutur Nessi Purnomo, Psikolog.  

Menurut Nessi, sebagian orang tua justru merasa diuntungkan jika si anak tinggal bersama mereka, atau tetap membutuhkan bantuan mereka. “Jika anak dan cucunya pergi dari rumah, pasti rumah akan terasa sepi. Paling yang jadi masalah adalah perbedaan SOP antara eyang dengan pengasuh cucunya.”

Sela Pulumahuny (59) membenarkan pendapat  Nessi. “Sebelum putri saya, Joan, menikah, saya mengatakan kepadanya, ‘Jika memang mau menikah, tapi belum punya rumah, tinggal saja di rumah.’ Kalaupun dia mau cari rumah sendiri   nantinya,  harus dekat dengan rumah saya,” katanya. Sela mengakui, hal itu ia lakukan sebagai upaya agar tidak ‘kehilangan’ Joan.

Sela merasa masih harus menjaga dan banyak membantu Joan, meski putrinya kini sudah menjadi istri dan ibu. “Buat saya, selama orang tua masih hidup, anak masih menjadi tanggung jawab orang tua. Tidak pernah bisa putus hubungan batin antara anak dan orang tua. Saya merasa senang bisa dekat dengan anak-anak semua. Apalagi sekarang sudah ada cucu,” kata Sela, tersenyum bahagia.

Begitu juga dengan Florencia (nama samaran, 59). Ia mengaku sangat memanjakan dan membela putra pertamanya, Theo (nama samaran, 29), hingga akhirnya Theo tumbuh menjadi pria yang kurang tegar. Kini, setelah Theo menikah pun, Florencia tidak pernah melepaskan Theo untuk mandiri.

Setelah menikah tiga tahun lalu,Theo sempat mandiri dengan mengontrak rumah sendiri di Depok. Meski bermental kurang tegar, ia cukup gigih dan bertanggung jawab sebagai suami dan ayah bagi kedua anaknya. Namun, karena tidak tega melihat Theo harus pulang pergi naik motor ke restoran tempatnya bekerja sebagai chef, yang kadang-kadang bisa sampai jam 2 pagi, Florencia pun meminta Theo dan keluarganya tinggal di rumahnya.

Selain memberi tumpangan rumah,  tiap bulan Florencia juga memberi bantuan keuangan bagi rumah tangga anak kesayangannya itu. “Saat itu saya dan suami memang masih bekerja sehingga tak terbebani membantunya secara finansial,” ujar Florencia. (f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?